PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT
Oleh:Reki Lidyawati
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Diamandemennya UU No 22 Th. 2003 tentang otonomi daerah dengan UU No 32 Th. 2004 tentang pemerintahan daerah
memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengembangkan potensi daerahnya
masing-masing. Dari fenomena inilah menjadi kesempatan bagi semua masyarakat
untuk berperan aktif dalam memajukan daerahnya masing-masing yang menyangkut
berbagai bidang, salah satu diantaranya adalah bidang pendidikan.
Kebijakan desentralisasi dianggap sebagai persoalan menejemen, karena itu
keputusan desentralisasi administratif apakah dapat dilaksanakan di luar
departemen atau pemerintah secara keseluruhan, tanpa konsultasi yang ekstensif.
Desentralisasi politik melibatkan beragam stakeholder, baik mereka yang ada di
dalam maupun di luar pemerintah. Mereka semua memiliki kepentingan untuk
melindungi atau mencapainya.[1]
Referensi inilah yang dijadikan sebagai acuan oleh masyarakat dalam
menginovasi lembaga pendidikan sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam
memajukan dunia pendidikan di daerahnya
masing-masing.
Munculnya lembaga pendidikan berbasis masyarakat merupakan hasil kreasi
dari masyarakat dalam upaya mencari bentuk idealisme dari lembaga pendidikan
yang mampu menjadi solusi dari problematika dunia pendidikan di masa kini.
Pendidikan berbasis masyarakat dianggap sebagai suatu keputusan yang
bijak dan demokratis, karena pendidikan berbasis masyarakat merupakan
pendidikan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.Dengan adanya
pendidikan yang berbasis masyarakat maka masyararakat dituntut lebih proaktif
dalam mensukseskan proses pelaksanaannya.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwasanya sekolah merupakan
Laboraturium masyarakat, sehingga adanya
sekolah di dalam masyarakat diharapkan mampu menjadi solusi segala problematika
yang ada di masyarakat.Di dalam sekolahlah proses pendidikan formal terjadi,
maka pada proses pendidikan itulah proses transformasi budaya terjadi, sehingga
sekolah menjadi ikon transformator yang strategis dalam dinamika masyarakat.
Bila secara spesifik kita pahami tentang tujuan pendidikan, maka tujuan
pendidikan ada 2 item terkait dengan kedudukan individu sebagai individu dan
individu sebagai anggota masyarakat.Sebagai seorang individu dia diharapkan
mampu mengembangkan segala kemampuan dan potensi yang dimilikinya, adapun
sebagai anggota masyarakat, diharapkan kelak ketika dewasa mampu bertingkah
laku, berbuat dan hidup dengan baik sesuai dengan norma dan nilai masyarakat.[2]
Selama ini, hubungan antara pendidikan dan masyarakat dapat dilihat dari
sifat pendidikan, yaitu; pertama, pendidikan diarahkan untuk pengembangan
pribadi anak agar sesuai dengan nilai-nilai masyarakat yang baik.Kedua
pendidikan diarahkan untuk menyiapkan anak dalam menjalankan kehidupan di
masyarakat sesuai dengan kewajiban, hak dan norma yang berlaku di
masyarakat.Pendidikan membutuhkan dukungan dari masyarakat, berupa penyediaan
fasilitas, system sosial, budaya dan lain-lain, karena disini masyarakat diposisikan sebagai suatu sub
system yang ikut mensukseskan pelaksanaan proses pendidikan.[3]
B. Pengertian
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakat (Community based education) adalah sebuah
model pendidikan yang mengikutsertakan masyarakat di dalam penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan, maka pendidikan tersebut berakar dari masyarakat dan di
dalam kebudayaan. Dengan demikian lembaga-lembaga pendidikan yang berfungsi
untuk membudayakan nilai-nilai masyarakat, dapat memenuhi fungsinya.[4]
Pendidikan berbasis masyarakat merupakan pendidikan yang dirancang oleh
masyarakat untuk membelajarkan masyarakat sehingga merreka berdaya, dalam arti
memiliki kekuatan untuk membangun dirinya sendiri yang sudah barang tentu
melalui interaksi dengan lingkungannya. Dengan demikian konsep pendidikan
berbasis masyarakat mencakup:Dari masyarakat, olewh masyarakat dan untuk
masyarakat.[5]
Pendidikan berbasis masyarakat menekankan pada pentingnya pemahaman akan
kebutuhan masyarakat dan cara pemecahan masalah oleh masyarakat dengan menggunakan segala potensi yang ada dalam
masyarakat yang ada di lingkungan sekitarnya.
Dalam UU system pendidikan nasional (UU SISDIKNAS) No 20 Th 2003 pasal 55
telah diuraikan beberapa kerangka pengembangan pendidikan berbasis
masyarakat.Pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama,
lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
Dengan demikian masyarakat memiliki peluang dan hak dalam membangun
system pendidikan yang khas dengan kebutuhan local.Pendidikan berbasis
masyarakat tersebut dapat dibentuk melalui jalur formal maupun nonformal
sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa dan menjadikan manusia seutuhnya.Pemerintah dalam hal ini sebagai
fasilitator yang turut membantu memberikan pertimbangan dan masukan bagi
pelaksanaan program-program yang dikembangkan.
Pada poin 2 pasal 55 UU
SISDIKNAS telah dijelaskan tentang
kurikulum, evaluasi dan pembiayaan. Disebutkan bahwa pendidikan berbasis
masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan,
serta menejemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Lebih lanjut terkait dengan pendanaan juga dijabarkan pada poin 3 bahwa dana
Penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari
penyelenggara, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah, dan atau sumber lain
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga pendidikan yang
berbasis masyarakat juga dapat memperoleh bantuan teknis, Subsidi dana, dan
sumber daya lain yang adil dan merata dari pemerintah dan atau pemerintah
daerah,(Poin 4 pasal 55 UU SISDIKNAS).[6]
Senada dengan uraian di atas,
pendidikan berbasis masyarakat merupakan salah satu gagasan yang menempatkan
orientasi penyelenggaraan peendidikan pada lingkungan kontekstual (ciori,
kondisi dan kebutuhan masyarkat).Sesuai dengan kelembagaan pendidikan itu
berada.Orientasi pengembangan program-program pendidikan hendaknya
merefleksikan cirri, sifat dan kebutuhan masyarakat.[7]
C. Tujuan Pendidikan Berbasis
Masyarakat
Pendididkan berbasis
masyarakat lebih diarahakan untuk membentuk disposisi mental dan emosional,
mensosialisasikan pemaknaan dan mengajarkan pesserta didik ilmu pengetahuan
sebagai strategi dalam menyongsong masa depan. Pendidikan berbasis masyarakat
tidak hanya menuntut adanya keterlibatan dan peran aktif masyarakat, tetapi
hasil dari penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan di tuntut untuk mampu
memecahkan berbagai macam problematika masyarakat.[8]
Tujuan pendidikan berbasis
masyarakat adalah untuk mengembangkan kualitas pendidikan yang memberikan
wewenang pada masing-masing masyarakat atau sekolah. Negara tetap memiliki
tanggung jawab yang utama terhadap pendidikan, tetapi masyarakat juga memiliki
tanggung jawab unuk pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang akan mempengaruhi
kebijakan sekolah, Khususnya dalam upaya pemberdayaan siswa.[9]
Dalam hasil-hasil pertemuan
kelompok kerja (POKJA) mengenai pendidikan berbasis masyarakat yang dikutip
oleh Fasli jalal dan Dedi Supriyadi dalam buku yang berjudul Reformasi
pendidikan dalam konteks otonomi daerah, telah merumuskan tujuan dari
pendidikan berbasis masyarakat yang antara lain sebagai berikut:
1.
Membantu pemerintah dalam memobilisasi sumberdaya local dan meningkatkan
peranan masyarakat untuk mengambil bagian yang lebih besar, dalam perencanaan
dan pelaksanaan pendidikan pada semua tingkat, jenis dan jalur pendidikan.
2.
Merangsang terjadinya perubahan sikap dan persepsi tentang ras kepemilikan
masyarakat terhadap sekolah, rasa tanggung jawab, kemitraan toleransi dan
kekuatan multikultural.
3.
Mendukung prakarsa pemerintah dalam meningkatkan dukungan masyarakat
terhadap sekolah, khususnya orang tua dan masyarakat melalui kebijakan
desentralisasi.
4.
Mendukung peranan masyarakat untuk mengembangkan inovasi kelembagaan untuk
melengkapi, meningkatkan dan mengganti peran persekolahan dan untuk meningkatkan mutu dan relevansi,
penyediaan akses yang lebih besar.Peningkatan evisiensi menejemen pendidikan
dasar untuk pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
5.
Membantu mengatasi putus sekolah khususnya dari pendidikan dasar.[10]
Pada poin 5 dari tujuan
pendidikan berbasis masyarakat diatas
telah dirumuskan bahwa salah satu tujuan pendidikan berbasis masyarakat
adalah membantu mengatasi putus sekolah khususnya dari pendidikan sekolah
dasar, karena sampai saat ini angka anak putus sekolah masih belum bisa
diminimalisir secara maksimal, pada konteks ini maka pendidikan berbasis
masyarakat mencoba mnyuguhkan solusi dari problematika tersebut.
Banyaknya anak putus sekolah
dikarenakan tuntutan ekonomi, sudah menjadi fakta yang miris untuk
diperdengarkan karena pada saat ini di kota-kota besar, seperti halnya Surabaya
masih banyak anak yang putus sekolah karena memang mereka sudah dituntut untuk
bekerja mencari uang untuk membantu menafkahi keluarga.
Faktor lain yang menyebabkan
banyaknya anak putus sekolah adalah mental dari para orang tua mereka yang
kurang sadar akan pentingnya pendidikan sehingga mereka tidak meberikan
motivasi pada anak-anaknya untuk melanjutkan pendidikannya dan cenderung
membiarkan para anak mereka bekerja.
Bila dikritisi secara lebih
menyeluruh mengenai tujuan dari pendidikan
berbasis masyarakat maka pendidikan ini mencoba memberikan formulasi pendidikan
yang solutif terhadap problematika pendidikan yang kompleks dan heterogen.
D. Karakteristik Pendidikan
Berbasis masyarakat
Bila membicarakan masalah
karakteristik pendidikan berbasis masyarakat maka proses pendidikan ini
memiliki karakteristik yang syarat akan masyarakat, karena pendidikan ini
merupakan pendidikan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.ada
beberapa kriteria yang menjadi karakteristik dari pendidikan berbasis
masyarakat.Yang diantaranya adalah:
1.
Peran serta masyarakat dalam pendidikan
2.
Pengambilan keputusan yang berbasis
sekolah
3.
Pendidikan yang diberikan oleh sekolah
swasta dan yayasan
4.
Pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh pusat pelatihan milik swasta.
5.
Pendidikan luar sekolah yang disediakan oleh pemerintah
6.
Pusat kegiatan belajar masyarakat
7.
Pendidikan luar sekolah yangf diberikan
oleh organisasi akar rumput seperti LSM dan pesantren.[11]
Partisipasi masyarakat dalam pendidikan
berbasis masyarakat sangatlah penting, karena peran masyarakat ini akan
memberikan warna tersendiri pada corak pendidikan berbasis masyarakat. Dengan
pelibatan masyarakat secara langsung pada proses pendidikan ini maka masyarakat
juga merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab atas kesuksesan dari proses
pendidikan tersebut.
Sanapiah faisal berpendapat bahwa praktek pendidikan bukanlah merupakan
fenomena yang terpisah dari pranata lainnya, apalagi masyarakat yang ada di
sekitarnya, semua bidang atau pranatanya bernaung di bawah satu sistem yang
sama. Itulah sistem pendidikan yang sesuai yang diterapkan pada era saat
ini.Setiap masyarakat memiliki sistem moral, agama, ekonominya sendiri dan lain
sebagainya.[12]
Pendidikan berbasis masyarakat merupakan usaha pemberdayaan (empowering)
masyarakat dalam pendidikan.Pada statemen ini tergambar jelas bahwa pendidikan
berbasis masyarakat ingin menjadikan masyarakat menjadi lebih berdaya, yang
dimaksud dengan berdaya di sini adalah masyarakat mampu mengatasi segala
permasalahan hidup dengan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang telah dimilikinya
dari proses pendidikan.
E. Peran Serta Masyarakat
Dalam Pendidikan Berbasis Masyarakat
Peran serta masyarakat terhadap pengembangan konsep pendidikan
berbasis masyarakatdapat dilihat melalui beberapa
kriteria, yang antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Peran serta masyarakat tidak hanya berwujud pemberian bantuan uang atau
fisik, tetapi juga hal-hal akademik.
2.
Kewajiban sekolah (disertai memonitoring dan accountability) yang tinggi
terhadap pemerintah maupun masyarakat
3.
Memberi kesempatan luas kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan lembaga pendidikan termasuk dalam partisipassi dalam pembuatan
keputusan-keputusan
4.
Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan
tujuan pendidikan, bukan hanya untuk
kepentingan administratif atau birokrasi.
5.
Program pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik sekarang maupun
mendatang, berorientasi pada peningkatan mutu bukan untuk kepentingan
birokrasi.
6.
Laporan pertanggungjawaban terbuka untuk
semua pihak yang berkepentingan.[13]
Dari beberapa kriteria peran serta
masyarakat dalam proses pendidikan berbasis masyarakat diatas tergambar jelas
bahwa masyarakat memiliki posisis yang urgen dalam keberlangsungan pelaksanaan
pendidikan berbasis masyarakat, dan peran serta yang dapat diambil oleh
masyarakat tidak hanya sebagai donatur
sekolah tetapi juga meliputi kebijakan-kebijakan yang akan di ambil oleh
sekolah tersebut dalam pelaksanaan pendidikan tersebut.
F. Contoh
Lembaga Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakat, yang terimplementasikan pada lembaga
pendidikan SMP alternatif Qaryqh Thayyibah (QT) memang pada dasarnya merupakan
sebuah SMP terbuka.Akan tetapi karena QT did dirikan dengan berangkat dari
keprihatinan yang mendalam terhadap
semakin merosotnya mutu pendidikan, di satu pihak dan semakin mahalnya biaya
pendidikan, di lain pihak, QT mencoba menawarkan pendidikan yang bermutu dan
murah.Bermutu di sini bukan berarti
sekedar dalam pengertian “peringkat tinggi” (Menurut Standar Evaluasi
Resmi) tetapi lebih dari itu adalah
untuk memberdayakan peserta didik dalam menghadapi realitas kehidupan
sekitar.Karena sasaran utamanya adalah masyarakat sekitarnya, QT merupakan
sekolah berbasis masyarakat.[14]
Pelabelan yang telah diberikan oleh Bahruddin terhadap lembaga pendidikan
QT merupakan sebuah justifikasi yang didasarkan pada obyek bidik yang menjadi sasaran
dalam proses pendidikan tersebut, yaitu masyarakat.Acuan lain yang dijadikan
dasar pelabelan lembaga tersebut adalah lembaga pendidikan QT itu muncul dari
rasa keprihatinan terhadap problematika pendidikan yang menjadi momok bagi
masyarakat.Sehingga lembaga pendidikan QT mencoba muncul sebagai solusi dari
problematika tersebut.
Memang setiap pendidikan diselenggarakan untuk masyarakat.Akan tetapi,
masyarakat disini sering kali di posisikan sebagai konsumen dan lembaga
pendidikan sebagai produsen.Posisis inilah yang malah menjadi dikotomi yang
ketat antar lembaga pendidikan dan masyarakat.
Dalam hal ini QT memandang masyarakat secara lain dan menempatkan diri
secara lain pula.Alih-alih memosisikan diri sebagai pelayan kebutuhan
masyarakat, QT mencoba menjadi transformator masyarakat sekitarnya.
Mengenai materi pengajaran yang diberikan pada lembaga pendidikan QT tetap mengacu pada kurikulum nasional, akan
tetapi, sebagai sekolah yang berbasis pada masyarakat maka QT mencoba
mengembangkan kurikulum yang diangkat
dari problem-problem riil yang ada dalam masyarakat sekitarnya.Dalam hal ini QT
mencoba mendorong para siswanya untuk peduli pada berbagai problem riil yang
ada dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat sekitar.
Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa
pendidikan berbasis masyarakat merupakan pendidikan yang mengikutsertakan
masyarakat dalam proses pendidikan dan pengelolaan lembaga pendidikan.Dengan
demikian Konsep pendidikan berbasis masyarakat mencakup dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat.
Mengenai tujuan pendidikan berbasis masyarakat ini sudah dijelaskan
secara gamblang diatas, notabene pendidikan berbasis masyarakat ini memiliki
tujuan ideal dan mencoba memposisikan dirinya sebagai solusi dari problematika
pendidikan yang ada dalam masyarakat.
Karakteristk yang dimiliki oleh lembaga pendidikan berbasis masyuarakat
ini dapat di simpulkan sebagi people center, karena pendidikan ini berasal dari
masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.Pendidikan berbasis komunitas
ini telah terimplementasikan pada lembaga pendidikan Qaryah Thayyibah.
HASIL
DISKUSI
Pesantren Merupakan Salah Satu Bentuk Pendidikan Berbasis Masyarakat
Dalam sejarah nasional, pondok
pesantren bukan lembaga yang identik dengan keislaman, tetapi juga mengandung
makna keaslian (indegenous), sebab lembaga yang serupa dengan pesantren
ini sebenarnya sudah ada sejak kekuasaan hindu budha sehingga islam tinggal
meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada.Dengan demikian
pesantren sebenarnya tidak hanya identik dengan tempat pembelajaran ilmu agama
islam semata, namun juga ada unsur warisan budaya masyarakat.[15]
Pesantren lebih cenderung pada
pola pendidikan tradisional yang tumbuh dikalangan masyarakat, yang pada
umumnya tetap mempertahankan kurikulumnya secara mandiri.[16]Dari penjelasan Zuhairini
ini jelas bahwasannya pola pendidikan pesantren pada perjalanan historisnya
adalah berakar dari masyarakat.Sedangkan posisi Kiai disini adalah sebagai
konseptor dan aplikator dari pola pendidikan tersebut.
Dien Nielsen berpendapat bahwa
satu-satunya lembaga pendidikan yang sepenuhnya berbasis masayarakat adalah
pesantren, yang memiliki kurikulum pendidikan dan sistem pelayanan masyarakat.[17]
DAFTAR PUSTAKA
A.S.Haris, Pengembangan
Sekolah Melalui Partisipasi Masyarakat: Sebuah Kajian Operasional Tingkat
Sekolah. (Seminar
Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 19 Mei 2001.
Abu Duhou.Ibtisam,
Menejemen Berbasis Sekolah, ter Nur
Yamin Aini dan Suparto, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2002
Ahmad Bahruddin, Pendidikan
Aternatif;Qaryqh Thayyibah Yogyakarta:Lkis, 2007
Badaruddin, Kepribadian Kiai Dalam Pondok Pesantren, Wacana,
Vol V, No 1 (Maret 2005)
Bagong Suyanto,Pendidikan
Berbasis Masyarakat:Prasyarat yang Dibutuhkan Edukasi, Vol I, No 1 2005
Dean nielsen, Memetakan konsep pendidikan berbasis
masyarakat di Indonesia Yogyakarta:Adicita Karya, 2001
Dean Nielsen, Memetakan
Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat di Indonesia Yogyakarta:Adicita
Karyanusa, 2001
Fasli jalal dan Dedi Supriyadi, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah Yogyakarta:Adicita
Karya Nusa, 2001
H.A.R Tilaar, Paradigma
Baru Pendidikan Nasional Jakarta:Rineka Cipta, 2000
Keter Petrus,
A Practitioner’s Guide to School
Community Based Management (United State:Department of Education,
Under The Regional Education Laboratory
Program) WWW.Google.com.hal 1
Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengantar Kurikulum: Teori
Dan Praktek, Bandung:Jemars, 1990
S.Nasution, Asas-Asas Kurikulum:Teori dan Praktek Bandung:Jemars,
1990
Sanapiah Faisal,
Sosiologi Pendidikan, Surabaya:Usaha
Nasional, 1980
Satori, Implementasi
Life Skill dalam konteks pendidikan di sekolah,2001, WWW.pendidikan .go.id.
Umberto Sihombing,Konsep
dan Pengembangan Pendidikan berbasis masyarakat Yogyakarta:Adicita Karya
Nusa, 2001
UU SISDIKNAS No
20 Th 2003 pasal 55
Zuhairini, Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta :Direktorat Jendral Pembinaan kelembagaan agama
Islam, 1986
[1] Ibtisam Abu Duhou, Menejemen Berbasis Sekolah, ter Nur Yamin Aini dan Suparto (Jakarta:
PT Logos Wacana Ilmu, 2002) hal 13
[2] S.Nasution, Asas-Asas Kurikulum:Teori dan Praktek (Bandung:Jemars, 1990)hal 24
[3] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengantar Kurikulum: Teori Dan Praktek, (Bandung:Jemars,
1990)hal24
[4] H.A.R Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Jakarta:Rineka Cipta,
2000)hal175
[5] Umberto Sihombing,Konsep dan Pengembangan Pendidikan berbasis masyarakat (Yogyakarta:Adicita
Karya Nusa, 2001)hal186
[6] UU SISDIKNAS No 20 Th 2003 pasal 55
[7] Satori, Implementasi Life Skill dalam konteks pendidikan di sekolah,2001, WWW.pendidikan .go.id.
[8]
Bagong Suyanto,Pendidikan Berbasis
Masyarakat:Prasyarat yang Dibutuhkan Edukasi, Vol I, No 1 (2005)hal 11
[9]
Keter Petrus, A Practitioner’s Guide to
School Community Based Management (United State:Department of Education,
Under The Regional Education Laboratory
Program) WWW.Google.com.hal 1
[10]
Fasli jalal dan Dedi Supriyadi, Reformasi
Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah (Yogyakarta:Adicita Karya Nusa,
2001) hal 200
[11]
Dean Nielsen, Memetakan Konsep Pendidikan
Berbasis Masyarakat di Indonesia (Yogyakarta:Adicita Karyanusa, 2001)hal
175-176
[12] Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya:Usaha Nasional, 1980)hal242
[13] A.S.Haris, Pengembangan Sekolah Melalui Partisipasi Masyarakat: Sebuah Kajian
Operasional Tingkat Sekolah. (Seminar Program Pasca Sarjana Universitas
Negeri Yogyakarta, 19 Mei 2001.
[14] Ahmad Bahruddin, Pendidikan Aternatif;Qaryqh Thayyibah (Yogyakarta:Lkis, 2007)hal
277-278
[15] Badaruddin, Kepribadian Kiai Dalam
Pondok Pesantren, Wacana, Vol V, No 1 (Maret 2005), 64
[16] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam,
(Jakarta :Direktorat Jendral Pembinaan kelembagaan agama Islam, 1986)123
[17] Dean nielsen, Memetakan konsep
pendidikan berbasis masyarakat di Indonesia, (Yogyakarta:Adicita Karya,
2001)53
Tidak ada komentar:
Posting Komentar